Kritisi Iklan di Media Televisi Indonesia
Perang bisnis untuk memperebutkan pangsa pasar membutuhkan suatu trik yang tepat dan mengena. Perang di sini adalah suatu kompetisi untuk merebut hati calon konsumen agar mau memilih produk yang ditawarkan suatu perusahaan tertentu. Ini adalah suatu persaingan yang mana akan tampak terlihat serunya antara beberapa perusahaan yang bergerak dalam penyediaan produk yang sama. Persaingan itu bisa berupa persaingan harga, mutu layanan, kepuasan konsumen, dan yang tampak menyolok adalah perang iklan. Bidang yang mudah dilihat adalah persaingan di dalam iklan. Karena di dalam iklan tersebut, perusahaan akan memaparkan sedikit ataupun lebih keunggulannya atas produk yang lain maupun produk sebelumnya.
Saat ini, yang mudah dilihat dan setiap saat bisa kita jumpai dengan mudah adalah iklan melalui layar kaca televisi. Di antara jeda acara-acara yang kita gemari di televisi tentu akan memuat iklan. Semakin acara televisi mendapat rating tinggi, semakin berjubel pula iklan yang mengantri untuk ditayangkan.
Kenapa iklan di televisi?
Dari tampilan iklan, orang sudah bisa menilai seberapa kuat perusahaan tersebut membiayai iklan. Jika gambarnya bagus dan artistik, suara bagus, dan pesan mengenai, bisa diyakini itu memakan biaya tinggi untuk memproduksinya. Namun perusahaan yang pas-pasan atau biasa saja, hanya bisa menampilkan iklan yang biasa-biasa pula, seadanya, yang penting bisa ikut beriklan di televisi, meskipun ternyata sulit untuk mengimbangi antara biaya yang dikeluarkan untuk iklan tersebut dengan margin pendapatan yang diterima.
Sebenarnya bukan masalah tersebut yang akan dikemukakan, tetapi kali ini akan lebih banyak menyoroti tentang tingkah laku periklanan di Indonesia. Karena banyaknya iklan yang tayang, dan aneka warna cara penayangannya, maka secara tidak sadar, iklan-iklan tersebut juga ikut dalam menjejali pola pikir masyarakat maupun dunia bisnis. Semakin lama semakin banyak iklan yang sudah mengesampingkan etika dan bagaimana menghormati perusahaan pesaingnya. Iklan-iklan kita sudah berjalan seperti mafia atau cowboy dalam perfilman. Saling jegal dan saling telikung tanpa basa-basi.
Apakah hal tersebut memang mengindikasikan pola persaingan bisnis di negara kita? Dan lebih jauh dampaknya bisa berbuntut pada pola berpikir masyarakat kita. Mengapa? Karena masyarakat kita dari kecil sampai dewasa secara tidak sadar, baik berdampak langsung maupun tidak terbentuk dari pola berpikir pada iklan yang ditayangkan terus menerus di televisi.
Pola Pikir yang bagaimana?
Pola pikir yang semestinya saat ini perlu direm atau diupayakan untuk dihilangkan saja adalah pola beriklan dengan cara saling menuding, memotong, merendahkan perusahaan lain. Misal saja, yang saat ini kentara adalah perang iklan di penyedia operator layanan jaringan telepon genggam (hand phone), penjualan sepeda motor, obat nyamuk, sabun cuci, jamu tradisional tolak angin, dan mungkin masih ada lagi. Saya tidak akan menyebut merek ataupun produk yang saling berlawanan tersebut, pembaca dapat menganalisanya sendiri. Pola yang digunakan biasanya adalah pola sindiran, penyerangan langsung atas materi iklan lawan, ataupun ingin memaparkan “ini lho, produkku lebih unggul dari si itu”. Silahkan pembaca berpikir sendiri, apakah iklan semacam itu menyenangkan atau tidak? Kalau bagi saya pribadi, iklan semacam itu membuat saya turun respect terhadap perusahaan tersebut. Dan seandainya ada pilihan, malah saya akan mencari produk lain. Iklan yang menjatuhkan produk lain, bagi saya adalah iklan yang membodohi masyarakat. Mengapa? Karena sebenarnya ia tidak punya keunggulan yang dapat dibanggakan lebih, sehingga satu satunya jalan adalah menyerang iklan perusahaan lain. Tidak ada peningkatan mutu dan kualitas layanan yang diberikan kepada masyarakat. Coba rasakan sendiri.
Sebagai contoh, silahkan beli semua produk dari layanan jasa telekomunikasi, dalam hal ini adalah kartu telepon genggam (sim card hand phone). Silahkan coba, apakah yang disampaikan di iklan tersebut benar-benar terbukti? Yang murah banyak trouble, ah itu nggak bisa diprotes, lha tarifnya murah. Entah itu trouble tidak bisa kirim sms, trouble tidak bisa terima sms dari operator lain, trouble tidak bisa terima telepon dari operator lain, bahkan ada yang belum sempat dipakai kartunya sudah mati atau tidak bisa diaktifkan. Ini benar-benar terbukti. Saya dan teman masih menyimpan nomor-nomor tersebut. Dan ketika anda menanyakan ke customer service. Yakin sekali, jawaban mereka tidak akan memuaskan Anda. Kenapa? Ya memang karena mereka bukan pembuat sistem dan menjalankan jaringan. Jadi mereka tidak akan menuntaskan pertanyaan Anda.
Itu hanyalah sebagian contoh saja. Belum lagi gaya si bebek yang suka usil itu. Aduh, eman-eman betul si eyang, yang mestinya bisa mengajari anak cucu untuk berpikir menghormati orang lain, eh ini malah dengan sinisnya membandingkan produk yang diunggulkannya dengan merek lain. Masyarakat ikut dirasuki jiwa sinis lho. Sudahlah, tolak saja iklan dengan scene yang macam begitu. Kembalilah ke jalan yang benar. Katanya Anda sudah berpikir kebudayaan dan moral masyarakat.
Walah, jadi ngelantur. Tapi tidak apa-apa, buat mengeluarkan uneg-uneg. Harus disampaikan kemana lagi. Yang jelas masyarakat mestinya lebih dewasa dalam menanggapi suguhan seperti tersebut.
Bagaimana semestinya?
Iklan adalah melambangkan citra perusahaan. Masyarakat akan terngiang dan terbenam dalam hati apabila iklan tersebut sangat bermutu, dan bahkan mengandung pesan yang bisa diolah dengan pemikiran positif dan pola pengembangan imajinasi yang kreatif. Entah itu sentuhan lagu, sentuhan amazing (luar biasa), sentuhan gambar, sentuhan budaya, sentuhan nafas cinta, dan lain sebagainya.
Perusahaan yang mapan, akan mempunyai pola yang mantap dalam mengiklankan produknya, tidak perlu terpengaruh oleh iklan orang lain. Karena masyarakat sudah pasti akan menantikan dengan rindu sentuhan yang mesra dari perusahaan tersebut. Itu akan mampu bertahan lama, daripada iklan yang wooooohhhh tapi mutu produknya tidak seperti yang diharapkan. Paling hanya akan booming sesaat, kemudian bangkrut.
Lihat saja produk-produk yang berkelas, mereka berjalan dengan iklan yang mantap materinya. Dia akan memaparkan detail produknya, fungsi dan kegunaannya, cara perawatannya, cara pemakaiannya, ataupun cara kreatif untuk memanfaatkan produk tersebut. Sentuhan iklan seperti sedang menyentuh calon konsumen dengan nuansanya sendiri. Membawa ke alam penuh kenangan akan produk tersebut, membawa kepada kesan yang elegan dan menyenangkan. Yah meskipun calon belum tentu punya dana untuk membelinya, tapi setidaknya sudah menanamkan benih keteduhan dan semangat dalam hidup calon konsumen. Respect dari masyarakat yang dalam terhadap produk dan perusahaan melalui iklan, tentunya akan membawa dampak yang bertahan dalam jangka panjang pula. Sustainability atau keberlangsungan perusahaan tersebut bisa dilihat jika iklannya masih mantap dengan materi yang menunjukkan jati diri perusahaan tersebut.
Lain halnya jika perusahaan tersebut sudah mulai mengungkit perusahaan lain, lha ini, bisa ditebak perusahaan tersebut sedang mengalami performa merosot, tidak tahu harus bagaimana lagi untuk bertahan, salah satu jalan yang paling mudah adalah mengeluarkan iklan tandingan. Lebih mudah bukan?? Daripada membuat layanan untuk meningkatkan performa produk.
Terlepas dari pandangan singkat ini, semoga para pembaca bisa berpikir kritis dan menemukan pola pandang sendiri terhadap apa yang dipaparkan di dalam periklanan media televisi kita.
Penulis, 21/04/2008
Agus Muji, S.E.
No comments:
Post a Comment